Minggu, 30 November 2014

Kejahatan Korporasi yang Dilakukan AQUA


            Kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu sendiri dan dapat dikenai sanksi. Kejahatan korporasi termasuk kedalam bentuk White Collar Crime yaitu suatu perbuatan (tidak diperbuat) dalam sekelompok kejahatan yhang spesifik yang bertentangam dengan hukum pidana yang dilakukan oleh pihak profesional, baik dilakukan oleh individu atau sindikat kejahatab ataupun dilakukan oleh badan hukum.
            Menurut Sally A. Shimpson yang mengutip dari John Braithwaite kejahatan korporasi adalah perilaku sebuah korporasi atau para pegawainya atas nama korporasi, dimana perilaku tersebut dilarang dan patut dihukum oleh hukum.
                 Kemudian air, siapa makhluk hidup yang tidak membutuhkan air?? Air merupakan kebutuhan pokok setiap manusia bahkan seluruh makhluk hidup. Manusia membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari, terlebih kebutuhan air bersih yang digunakan untuk minum, masak ataupun mencuci. Lalu apa hubungannya kejahatan dengan air?? Tau AQUA? Siapa orang di Indonesia yang tidak mengetahui merek air minum kemasan yang bahkan apapun mereknya itu air minum kemasan disebut Aqua. Lantas apa hubunga Aqua dengan kejahatan korporasi?
            Danone-Aqua adalah merek air minum kemasan yang diproduksi oleh PT Aqua Golden Mississipi Tbk. Dalam iklannya Danone-Aqua selalu memperlihatkan praktik lingkungan yang baik padahal dalam kenyataannya malah sebaliknya yang dalam istilah disebut Greenwashing. Greenwashing biasanya dilakukan oleh perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam/Penambangan. Seperti yang diungkapkan di awal, greenwashing biasanya dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Pertambangan adalah usaha pengambilan mineral berharga atau material geologi lainnya dari dalam bumi, biasanya dari bentuk biji-bijian atau lapisan mineral. Material dari pertambangan diantaranya adalah bauksit, batu bara, tembaga, emas, perak, berlian, besi, timah, batu berharga, nikel, fosfat, uranium dan molybdenum. Material yang tidak dapat dihasilkan dari proses agrikultural atau diciptakan secara artifisial dalam laboratorium atau pabrik, biasanya adalah hasil tambang.
            Pada tanggal 4 september 1998, Aqua melakukan aliansi strategis dengan Danone Group SA, Perusahaan transnasional dari prancis dengan kepemilikan saham mencapai 40%, namun pada tahun 2001 Danone Group melalui Danone Asia Pte. Ltd yang bermarkas disingapura meningkatkan kepemilikan sahamnya dari 40% menjadi 74%.
                Pada tahun 1990-an kerangka hukum yang mengatur keterlibatan swasta dalam penyediaan layanan air bersih belum mencukupi. Peraturan perundangan yang mengatur keterlibataan swasta pada saat itu hanyalah UU Penanaman Modal Asing dalam Pasal 6 Undang-Undang PMA No 1/1967 Undang-Undang No. 11/1970 yang mengatur secara tegas bahwa kegiatan ekonomi yang sifatnya menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk air minum tidak diperkenankan dikelola dengan modal lain termasuk modal asing dan Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Baru pada tahun 2000, pengaturan yang lebih jelas tentang keterlibatan swasta dalam penyediaan air bersih disusun melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 96 tahun 2000  tentang Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal, dimana dimungkinkan bagi modal asing untuk melakukan usaha dalam bidang yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak termasuk  air minum dimana pemilik modal asing dimungkinkan untuk memiliki 95% saham dari perusahaan tersebut – dalam perkembangannya Keppres No.96 tahun 2000 ini dirubah menjadi Keppres No.118 tahun 2000. Pada tahun 2004, pemerintah mengesahkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang merupakan salah satu hasil dari reformasi kebijakan sumberdaya air di Indonesia. Dengan adanya UU ini, keterlibatan swasta di sektor air semakin dipertegas.
            Awalnya indonesia melarang adanya modal asing dalam mengelola air minum yang sifatnya menyangkut hajat hidup orang banyak namun kini setelah diperbolehkannya adanya investasi asing yang ada pada PT Aqua Golden Mississipi Tbk terjadilah pengeksploitasi air bawah tanah dengan cara menggali jalur air dengan mesin bor bertekanan tinggi. Kerusakan yang disebabkan oleh penambangan oir untuk produksi air minum dalam kemasan sangat besar, mulai dari kerusakan areal sekitar mata air, potensi kekeringan yang dialami petani sampai pencemaran yang disebabkan penggunaan botol polyethylene terephthalate atau disingkat PET. Produksi yang dilakukan Aqua dalam memproduksi AMDK sangatlah boros, hampir 30% air yang menjadi bahan baku AMDK menyusut karena proses produksi. Sumber mata air kubang mulai diekploitasi oleh Aqua sejak tahun 1992, tidak hanya kubang saja yang menjadi korban pengekploitasian air tetapi di polanharjo, kabupaten klate, Jawa Tengah Aqua juga melakukan hal yang sama.
            Bagi sebagian orang apa yang dilakukan oleh Aqua adalah bentuk “Kejahatan Legal”, Kenapa Legal?? Karena hukum dan masyarakat mengakui bahwa Aqua berhak atas air yang keluar dari muka bumi secara gratis untuk menjadi milik mereka, karena mereka memproduksinya secara legal dan memperjualbelikan (walaupun pada kenyataan air adalah suatu barang bebas dan sekarang air menjadi barang yang bernilai ekonomis) dan semua itu dilakukan dibawah perlindungan hukum yang berarti tidak melanggar hukum.
            Tentu saja hal yang membuat masyarakat menderita dan merusak lingkungan itu hal yang begitu merugikan namun dilegalkan, legalitas dan hukum merupakan sesuatu yang manusia ciptakan dan selalu terdapat kepentingan tertentu dibalik sesuatu yang diciptakan manusia. Pada dasarnya hukum memang diciptakan  untuk melindungu kepentingan mereka yang mampu menciptakannya. (Terdengar licik namun itulah kenyataannya walaupun berarti hukum diciptakan untuk melindungi mereka yang sebenarnya “bersalah”)

Minggu, 16 November 2014

Pelanggaran Etika Bisnis di PT Adam Air




PT Adam Air didirikan pada 19 Desember 2003. Dengan jenis usaha adalah  jasa penerbangan. Pemegang saham Adam Air ada tiga perusahaan, tetapi pada realitasnya hanya dua perusahaan. Keluarga Suherman menguasai sebesar 50%, sedangkan Bhakti Investama memiliki 50%, melalui anak perusahaannya yaitu, GTS (Global Air Transport) memiliki 19% dan BSP (Bright Star Perkasa) 31%. Presiden Direktur PT Adam Air adalah Adam Aditya Suherman, sedangkan wakil Presiden Direktur PT Adam Air adalah Gustiono Kustanto (sekaligus menjabat sebagai Direktur Keuangan). Anggota Direksi lainnya adalah dari keluarga Adam Aditya Suherman.
Adam Skyconnection Airlines atau yang lebih dikenal dengan Adam Air mengalami pailit. Bermula kejadian jatuhnya pesawat Adam Air tahun 2008 dan merembet berbagai masalah selanjutnya. Klimaksnya pada 20 Maret 2008 maskapai tersebut di putus pailit. Berikut ini adalah kecelakaan-kecelakaan yang menimpa Adam Air :
  1. 11 Februari 2006, Adam Air Penerbangan 782, Boeing 737-300, PK-KKEØ BH-782, Jakarta-Makassar, kehilangan arah dan mendarat di Bandara Tambolaka, NTT.
  2. 1 Januari 2007, Adam Air Penerbangan 574, PK-KKW DHI-574, BoeingØ 737-400 Jakarta-Manado via Surabaya yang membawa 96 penumpang dan 6 awak pesawat, hilang di perairan Majene, Sulawesi Barat. Pesawat hancur berkeping-keping setelah hilang kendali dan menghunjam laut. Sementara itu, hanya sebagian kecil bagian pesawat yang dapat ditemukan. Sebanyak 102 penumpang dan awak pesawat tidak ditemukan. Penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS), dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
Pada 7 Januari 2007, 16 pilot Adam Air mengundurkan diri karena mereka menilai buruknya standar keamanan dan sistem navigasi di pesawat-pesawat yang dinilai berkualitas jelek. Adam Air kemudian menuntut balik semua pilot ini karena kontrak kerja mereka belum habis. Dan tidak lama terjadi kecelakaan lagi pada tanggal 21 Februari 2007, Adam Air Penerbangan KI 172, PK-KKV, Boeing 737-33A Jakarta-Surabaya tergelincir di Bandara Juanda, Surabaya. Badan pesawat melengkung namun semua penumpang selamat. Atas peristiwa ini, Departemen Perhubungan Republik Indonesia memerintahkan untuk menghentikan sementara pengoperasian tujuh pesawat Boeing 737-300 milik Adam Air.
Pada 10 Maret 2008, pesawat Adam Air KI-292 Boeing 737-400 jurusan Jakarta-Batam tergelincir di landasan Bandar Udara Hang Nadim, Batam. Kondisi ini menimbulkan perselisihan antar pemegang saham dan manajemen perusahaan sehingga menyulitkan kondisi perusahan dan akhirnya PT. Bhakti Investama pada 14 Maret 2008 menarik seluruh sahamnya karena merasa Adam Air tidak melakukan perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi.
Kegiatan operasional Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008 dan baru akan dilanjutkan jika ada investor baru yang bersedia menalangi 50 persen saham yang ditarik Bhakti Investama tersebut. Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation Specification Adam Air dicabut Departemen Perhubungan melalui surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa Adam Air tidak diizinkan lagi menerbangkan pesawatnya berlaku efektif mulai pukul 00.00 tanggal 19 Maret 2008. Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate) nya juga terancam dicabut apabila dalam 3 bulan mendatang tidak ada perbaikan. Sementara disisi lain nasib sekitar 3000 karyawan maskapai penerbangan Adam Air terancam di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
            Kasus dugaan penggelapan investasi di Adam Air senilai Rp 157 miliar dengan tersangka Wakil Komisaris Utama PT Adam Air, Sandra Ang disebut-sebut juga menjadi faktor runtuhnya Adam Air. Kasus ini bermula dari laporan Direktur Keuangan Adam Air yang juga perwakilan PT Global Transportation Services, Gustianto Kustianto. PT Global Transportation Services sendiri merupakan anak usaha Bhakti Investama yang memiliki 19 persen saham di Adam Air. Pada 26 Maret 2008, Gustianto melaporkan empat pendiri dan tiga direksi Adam Air dengan tudingan penggelapan dana perusahaan senilai Rp 157 miliar. Menurut Juru Bicara Kepolisian, Inspektur Jenderal Abu bakar Nataprawira kasus ini sudah dilimpahkan tahap pertama ke Kejaksaan Agung.
            Beberapa faktor penyebab bangkrutnya Adam Air, diantaranya faktor manusia, mesin, metode, dan lingkungan. Isu-isu mengenai ketidak terampilan pilot Adam Air dalam mengemudikan pesawat mengindikasikan adanya proses rekrutmen yang buruk dan kurangnya pelatihan yang diberikan dari pihak Adam Air. Selain itu, terdapat kontrak kerja yang tidak jelas antara para pegawai dan pihak manajemen. Korupsi pun menjadi salah satu isu penting dalam runtuhnya Adam Air ini. Kasus-kasus korupsi yang terdapat pada Adam Air diantaranya korupsi BBM, audit tidak transparan, bukti-bukti pembelian suku cadang yang mahal namun tidak berkualitas baik dan adanya penipuan pada laporan kewajiban pajak. Faktor usia pesawat menyumbang resiko yang cukup besar pada terjadinya kecelakaan pesawat. Mayoritas aircraft di Indonesia memang cukup tua. Hal ini berarti lower ownership cost. Namun dibutuhkan higher maintenance cost agar pesawat tetap dapat berfungsi dengan semestinya. Pesawat Adam Air sendiri sudah berumur 18 tahun saat kecelakaan terjadi dan telah melalui inspeksi seminggu sebelum kecelakaan. Diduga Adam Air tidak memiliki sistem maintenance  yang baik dan memadai.
            Etika bisnis yang buruk juga salah satu hal yang patut disoroti dalam kasus Adam Air ini. Tekanan psikologis yang diberikan pihak manajemen kepada seluruh karyawan termasuk pilot dan pramugari menjadi hal yang cukup menyalahi aturan. Selain itu sistem pembayaran hutang yang tidak teratur menjadikan Adam Air perusahaan penerbangan dengan tingkat hutang yang tinggi. Ditinjau dari faktor lingkungan, Adam Air merupakan organisasi dengan tekstur lingkungan yang kacau dan memiliki ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Adam Air juga melakukan Interlocking Directorates, yaitu pengangkatan Direktorat Keuangan yang berasal dari investor yaitu PT Bhakti Investama.
            Struktur manajemen PT Adam Air dimana pendirinya Adam Suherman yang menguasai 50% saham dan Wakil Presdir sekaligus Direktur Keuangan Gustiono Kustanto (juga mewakili PT Bhakti Investama yang menguasai 50% saham) dan Direksi lainnya yang berasal dari keluarga Adam Suherman, mencerminkan bahwa kondisi manajemen yang demikian adalah tidak sesuai dengan prinsip GCG (Good Corporate Governance) yaitu Transparansi. Manajemen Adam Air tidak saling terbuka, dalam pengambilan keputusan dan penyampaian informasi sehingga terjadi ketidakharmonisan antara Dewan Komisaris. Akuntabilitas, manajemen Adam Air saling curiga mengenai laporan kuangan dan pengelolaan keuangan sehingga hal ini sangat berpengaruh terahadap operasional perusahaan. Kemandirian, karena dalam struktur manajemen Adam Air tidak ada pemegang saham mayoritas dan saham minoritas, sehingga hal ini sulit untuk pengambilan kebijakan dan juga tidak ada pihak yang independent (Komisaris dan Direktur Independen). Kewajaran, karena manajemen Adam Air hanya mementingkan pemegang saham tidak mempertimbangkan stakeholder yang lain.

§  Stakeholder
            Stakeholder dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu kelompok primer atau market stakeholder dan kelompok sekunder atau nonmarket stakeholder. Kelompok primer adalah mereka yang berinterkasi langsung dengan perusahaan, termasuk didalamnya adalah: pelanggan, pemasok, pemegang saham, kreditor, serta karyawan perusahaan. Kelompok sekunder adalah mereka yang secara tidak langsung berinteraksi dan bertransaksi dengan perusahaan, tetapi mereka mempunyai kepentingan dan kekuatan yang dapat mempengaruhi kepentingan perusahaan, termasuk didalamnya adalah: pemerintah, media massa, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.
Berdasarkan teori diatas, maka kepentingan dari pihak primer adalah:
  1. Pelanggan/konsumen sangat berkepentingan dengan keselamatan penerbangan dan pelayanan yang baik dari maskapai Adam Air, apalagi berbagai kecelakaan telah menimpa Adam Air
  2. Pemegang saham, sangat berkepentingan terhadap kinerja perusahaan sehingga perusahaan selalu dalam keadaan sehat dilihat dari likuiditasnya, solvabilitasnya, profitabilitasnya dan akhirnya akan dapat berjalan untuk waktu yang lama.
  3. Karyawan perusahaan, sangat berkepentingan dengan kelangsungan hidup perusahaan, karena mereka membutuhkan income yang dapat dipakai sebagai biaya hidup dirinya sendiri dan keluarag, juga membutuhkan kenyamanan dan kepastian bekerja.
  4. Pemasok, dalam hal ini adalah:
  • perusahaan leasing pesawat yang menyewakan pesawatnya kepada Adam Air, mereka tentunnya berkepentingan terhadap ketepatan pembayaran sewa pesawat,
  • PT Angkasa Pura juga mengharapkan ketepata waktu atas biaya yang berkaitan dengan penggunaan bandara, apalgi Adam Air sering mennunggak,
  • PT Pertamina sebagai pemasok bahan bakar,
  • Produsen sparepart pesawat
Sedangkan untuk kepentingan pihak sekunder adalah :
  1. Pemerintah, dalam hal ini sebagai pembuat Undang-undang dan Departemen Perhubungan sebagai atoritas pemerintah dalam menetapkan peraturan atau keputusan yang berhubungan dengan penerbangan.
  2. Media massa, sebagai sumber informasi kepada masyarakat akan semua hal yang harus diterima oleh masyarakat, baik mengenai kinerja perusahaaan, kejadian-kejadian yang menimpa perusahaan maupaun hal baik yang diterima perusahaan.
  3. Lembaga Swadaya Masyarakat, misal serikat pekerja karyawan PT Adam Air (bagian dari Asosiasi Karyawan Penerbangan Indoneisia) berkepentingan terhadap hak dan kewajiban karyawan dan masa depannya. (LSM yang berhubungan dengan penerbangan missal: Asosiasi Pilot Internasional, Federasi Pilot Indonesia, Indonesia Air Traffic Controllers Association)
§  Etika
Menurut pendapat para ahli Velasquez (2005:10), etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat, yang didukung dengan penalaran yang bagus atau yang jelek.
  • Teori Etika
Egoisme : tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan sendiri.
Utilitarianisme Utilis berarti ”bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu-dua orang melainkan masyarakat secara keseluruhan.
Deontologi : tindakan manusia didasari oleh suatu kewajiban yang harus dikerjakan.
Teori Hak : tindakan manusia dianggap baik apabila memenuhi hak asasi manusia
Teori Teonomi : tindakan manusia harus berdasar norma agama.
            Dalam kasus ini PT Adam Air telah melanggar teori etika yaitu egoisme karena tidak memperhatikan nasib para karyawan, hal itu dibuktikan antara pihak pemegang saham keluarga Adam Suherman dengan pihak PT Bhakti Investama yang saling berseteru terhadap penyelesaian karyawan dan saling mementingkan kepentingan mereka masing-masing. Pihak manajemen tidak mengambil suatu keputusan yang menyeluruh, yaitu bagaimana kepentingan para stakeholder yang yang lain harus diperhatikan. Pihak manajemen berkewajiban untuk memenuhi hak para karyawan, konsumen, kreditur, pemegang saham dan pihak lain.
            Banyaknya kecelakaan yang terjadi pada penerbangan Adam Air menimbulkan pemberitaan negatif mengenai maskapai ini. Hal itu mengakibatkan para penumpang enggan untuk memakai jasa penerbangan tersebut. Selain itu, manajemen PT Adam Air yang kurang terbuka sistem keuangannya juga menjadi penyebab bangkrutnya Adam Air. Sikap tertutup manajemen inilah yang menjadikan dua investor hengkang dengan menarik 50% saham dari Adam Air. PT Bhakti Investama menarik modalnya melalui dua afiliasinya karena tidak ada jaminan keuntungan jangka panjang. Dengan model perseroan yang kurang terbuka sangat sulit PT Bhakti Investama mengakses keuangan. Kasus adanya penggelapan dana dan korupsi juga belum diusut secara tuntas. Dan akhirnya pada tanggal 20 Maret 2008 PT Adam Air secara resmi dinyatakan bangkrut.

Sumber : http://devimustikagunadarma.wordpress.com/2013/11/08/kasus-pelanggaran-etika/

Senin, 20 Oktober 2014

REVIEW JURNAL


Jurnal 1

Judul                           :
Analisis Ukuran Perusahaan, Penerapan Etika Bisnis dan Praktik “Corporate Governance” Terhadap Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia)
Nama Peneliti             : Prasetyono
Tempat Penelitian       : Madura
Tahun Penelitian         : 2011
Variabel Penelitian    : Ukuran Perusahaan, Penerapan Etika Bisnis, Praktik Corporate Govarnance dan  Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Hasil Penelitian :
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ukuran perusahaan, penerapan etika bisnis dan praktik corporate governance terhadap penerapan tanggung jawab sosial perusahaan di bursa efek indonesia. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility atau disingkat CSR merupakan kewajiban organisasi bisnis untuk turut serta dalam kegiatan yang bertujuan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan simple random sampling  (sampel acak sederhana) sebagai teknik pengambilan sampel dan data yang terkumpul dan layak dianalisis berjumlah 59 emiten. Data penelitian berupa data primer dan sekunder, data primer didapat dari memberikan kuesioner ( mail quesioner ) kepada sekertaris perusahaan atau pihak yang ditugasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Penelitian akan di uji menggunakan uji statistik simultan dan parsial. Secara parsial ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan penerapan etika bisnis dan praktik corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap  tanggung jawab sosial perusahaan. Secara Simultan atau bersama-sama ukuran perusahaan, penerapan etika bisnis dan  praktik corporate governance berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
 

Jurnal2

Judul                           :
Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Pada Sektor Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Periode 2010-2011
Nama Peneliti              : Marisa Yaparto, Dianne Frisko K, S.E., M.Ak. Dan Rizky Eriandani.,
 S.E., M.Ak
Tempat Penelitian       : Surabaya
Tahun Penelitian         : 2013
Variabel Penelitian      : Kinerja Keuangan dan Corporate Social Responsibility

Hasil Penelitian :
Dalam pengambilan keputusan ekonomi, tidak hanya mengandalkan kinerja keuangan perusahaan tetapi juga dibutuhkan informasi sosial. Eipstein dan Freedman (1994) mengatakan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan yang diproksikan pada Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE)  dan Earning per share (EPS). Pada penelitian ini, peneliti menggunakann Non Probability Sampling kategori Purposive Judgement Sampling sebagai teknik pengambilan sampel. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Website BEI yang berupa detail laporan keuangan dan annual report masing-masing perusahaan untuk periode 2010-2011 dan Jakarta Stock Indusrtial Classification (JASICA) index tahun 2010 dan 2011. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis regresi berganda dengan penggabungan atau pooling data. Dari hasil uji t pada model I CSRI tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan yang diproksikan terhadap ROA, dengan demikian ROA ditolak. Dari hasil uji t pada model II CSRI tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan yang diproksikan terhadap ROE, dengan demikian ROE ditolak. Dari hasil uji t pada model III CSRI tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan yang diproksikan terhadap ROE, dengan demikian EPS ditolak.


Jurnal 3

Judul                           :
Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi dalam Lingkup Kejahatan Bisnis
Nama Peneliti              : Elfina Lebrine S.
Tempat Penelitian       : Surabaya
Tahun Penelitian         : 2010
Variabel Penelitian      : Etika Bisnis dan Kejahatan Korporasi

Hasil Penelitian :
Salah satu penyebab terpuruknya ekonomi Indonesia dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi pada kepentingan nasional, tetapi justru menjarah harta rakyat bahkan dibawa keluar negeri. Hal ini karena sejak awal para konglomerat dalam menjalankan usahanya tidak melandaskan kegiatan ekonomi dan bisnisnya dengan etika. Menurut Liek Wilardo (1996) Etika Bisnis adalah tela’ah tentang pertimbangan untuk menyetujui sikap dan tindakan manusia berdasarkan benar-salah atau baik-buruknya sikap dan atau tindakan itu. Dari hasil penelitian ini peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa Sektor korporasi yang mampu berperan positif bagi pembangunan nasional adalah sektor korporasi yang merupakan aset nasional dan bukan korporasi yang hanya menjadi beban dan parasit masyarakat, dengan kata lain, peran positif terhadap pembangunan nasional ini menunjuk pada korporasi yang mampu mempraktekkan prinsip etika bisnis dan juga prinsip good corporate governance dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Perusahaan yang ingin mencatat sukses dalam bisnis membutuhkan 3 (tiga) hal pokok, yakni: produk yang baik dan bermutu, manajemen yang mulus dan etika. Kemudian pembaharuan hukum dapat menciptakan insentif atau dorongan bagi publik untuk ikut memperhatikan perilaku korporasi. Lalu bagi para pelaku White Collar Crime, penghukuman atau penuntutan secara pidana dan penahanan dapat menimbulkan suatu celaan atau kutukan sosial. Berbagai undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang diperlukan dalam rangka melakukan kegiatan bisnis di Indonesia, saat ini hanya mengatur mengenai aspek hubungan perdata antara pihak yang melakukan transaksi di sektor bisnis yang diatur dengan undang-undang dan tidak memuat ketentuan-ketentuan pidana di dalamnya. Ada kecenderungan pemidanaan terhadap korporasi lebih banyak menggunakan asas “Subsidiaritas”, yakni hukum pidana ditempatkan pada posisi sebagai “Ultimum Remedium”. Namun sebagai upaya Deterrence Effect, untuk pemidanaan terhadap korporasi, dimungkinkan mendudukkan hukum pidana sebagai “Primum Remedium”, karena kejahatan korporasi dapat merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi dan membahayakan kelangsungan hidup suatu bangsa.