Sabtu, 30 Maret 2013

HAK AZASI MANUSIA

I. PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN HAK AZASI MANUSIA

Hak Azasi Manusia atau sering yang disebut HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak lahir bahkan saat manusia berada dalam kandungan mereka sudah memiliki HAM, maka dari itu kita sesama manusia harus bahkan wajib menghormati HAM yang dimiliki oleh manusia lainnya.





Hak azasi manusia secara umum di bagi menjadi 6 golongan,yaitu :

  • Hak Azasi Pribadi
          • Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
          • Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang  
            diyakini masing-masing
          • Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
          • Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan


  • Hak Azasi Politik
         • Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

         • Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
         • Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
         • Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya



  • Hak Azasi Peradilan
          • Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan  
             penyelidikan dimata hukum.
          • Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan


  • Hak Azasi Ekonomi
          • Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
          • Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
          • Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
          • Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
          • Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
          • Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

  • Hak Azasi Sosial Budaya
         • Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat         
         • Hak mendapatkan pengajaran
         • Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan

  • Hak Azasi Hukum
         • Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
         • Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
         • Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan



II. LANDASAN UUD 1945 HAK AZASI MANUSIA

Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai Hak Asasi Manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. 
Pengakuan, jaminan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia tersebut diatur dalam beberapa peraturan perundangan berikut:

A. Pancasila

a) Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b) Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesamam manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, suku dan bangsa.
c) Mengemban sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap tenggang rasa, dan sikap tida sewenang-wenang terhadap orang lain.
d) Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu berusaha menolong sesame.
e) Mengemban sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
f) Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.

B. Dalam Pembukaan UUD 1945
Menyatakan bahwa “ kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”. Ini adalah suatu pernyataan universal karena semua bangsa ingin merdeka. Bahkan, didalm bangsa yang merdeka, juga ada rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok atau manusia lainnya.

C. Dalam Batang Tubuh UUD 1945
a) Persamaan kedudukan warga Negara dalam hokum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
c) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28)
d) Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28)
e) Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2)
f) hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1)
g) BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia

D. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

a) Bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbale balik.
b) Dalm menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.

E. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta member I perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yan berat.

F. Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara RI

a) Undang- undang republic Indonesia No 5 Tahun 1998 tentang pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan martabat orang lain.
b) Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
c) Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration Universal of Human Rights).

sumber:
http://memantau.blogspot.com/2012/12/pengertian-dan-macam-macam-ham.html


III. PERKEMBANGAN PENERAPAN DAN PELAKSANAAN HAM NEGARA RI

Perkembangan HAM di Indonesia

Berbeda dengan di Inggris dan Perancis yang mengawali sejarah perkembangan dan perjuangan hak asasi manusianya dengan menampilkan sosok pertentangan kepentingan antara kaum bangsawan dan rajanya yang lebih banyak mewakili kepentingan lapisan atas atau golongan tertentu saja. Perjuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk pertentangan kepentingan yang lebih besar, dapat dikatakan terjadi sejak masuk dan bercokolnya bangsa asing di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Sehingga timbul berbagai perlawanan dari rakyat untuk mengusir penjajah.
Dengan demikian sifat perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia itu tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan bangsa asing, tidak pernah mengalami gejolak berupa timbulnya penindasan manusia atas manusia. Pertentangan kepentingan manusia dengan segala atributnya (sebagai raja, penguasa, bangsawan, pembesar dan seterusnya) akan selalu ada dan timbul tenggelam sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Hanya saja di bumi Nusantara warna pertentangan-pertentangan yang ada tidak begitu menonjol dalam panggung sejarah, bahkan sebaliknya dalam catatan sejarah yang ada berupa kejayaan bangsa Indonesia ketika berhasil dipersatukan di bawah panji-panji kebesaran Sriwijaya pada abad VII hingga pertengahan abad IX, dan kerajaan Majapahit sekitar abad XII hingga permulaan abad XVI.
Hingga kemudian diskursus tentang HAM memasuki babakan baru, pada saat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan rancangan UUD pada tahun 1945, dalam pembahasan-pembahasan tentang sebuah konstitusi bagi negara yang akan segera merdeka, silang selisih tentang perumusan HAM sesungguhnya telah muncul. Di sana terjadi perbedaan antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Pihak yang pertama menolak dimasukkannya HAM terutama yang individual ke dalam UUD karena menurut mereka Indonesia harus dibangun sebagai negara kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki agar UUD itu memuat masalah-masalah HAM secara eksplisit.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD 1945 sebagai UUD negara Republik Indonesia. Dengan demikian terwujudlah perangkat hukum yang di dalamnya memuat hak-hak dasar/asasi manusia Indonesia serta kewajiban-kewajiban yang bersifat dasar/asasi pula. Seperti yang tertuang dalam Pembukaan, pernyataan mengenai hak-hak asasi manusia tidak mendahulukan hak-hak asasi individu, melainkan pengakuan atas hak yang bersifat umum, yaitu hak bangsa. Hal ini seirama dengan latar belakang perjuangan hak-hak asasi manusia Indonesia, yang bersifat kebangsaan dan bukan bersifat individu. Sedangkan istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah mengalami perubahan konstitusi dari UUD 1945 menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS berubah menjadi UUDS (1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal 7 sampai dengan 34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang muatan hak asasinya banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu The Universal Declaration of human Rights tahun 1948 yang berisikan 30 Pasal.
Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi dan UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945. Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi amat terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang membuang paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Hal ini mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal masa Orde baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang melahirkan sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun rancangan ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.
Kemudian di dalam pidato kenegaraan Presiden RI pada pertengahan bulan Agustus 1990, dinyatakan bahwa rujukan Indonesia mengenai HAM adalah sila kedua Pancasila “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dalam kesatuan dengan sila-sila Pancasila lainnya. Secara historis pernyataan Presiden mengenai HAM tersebut amat penting, karena sejak saat itu secara ideologis, politis dan konseptual HAM dipahami sebagai suatu implementasi dari sila-sila Pancasila yang merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun demikian, secara Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua tersebut agak diabaikan sebagai sila yang mengatur HAM, karena konsep HAM dianggap berasal dari paham individualisme dan liberalisme yang secara ideologis tidak diterima.
            Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993. Pembentukan KOMNAS HAM tersebut pada saat bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan, menunjukkan keterkaitan yang erat antara penegakkan HAM di satu pihak dan penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal ini senada dengan deklarasi PBB tahun 1986, yang menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Keikutsertaan rakyat dalam pembangunan bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci keseluruhan hak asasi atas pembangunan itu sendiri. Dan menjadi tugas badan-badan pembangunan internasional dan nasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus pembangunan
            Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945.
Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999. Undang-Undang ini kemudian diikuti  lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang kemudian  disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
            Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998  tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.
Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang mengatur HAM, antara lain :
a.       Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998.
b.      Konvensi mengenai  Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.
c.       Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7 Tahun 1984.
d.      Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
e.      Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.
f.         Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29 Tahun 1999.

Penegakan HAM di Indonesia

Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM.
Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 meliputi kejahatan genocide (the crime of genocide) dan  kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis kelompok agama, dengan cara : a. membunuh anggota kelompok ; b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok ; c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya ; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok ; e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik  yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid.
Seperti diketahui, di Indonesia telah terjadi banyak kasus yang diindikasikan sebagai pelanggaran HAM berat, terutama kasus kekerasan struktural yang melibatkan aparat negara (polisi dan militer) dengan akibat jatuhnya korban dari kalangan penduduk sipil. Di antara sederetan kasus yang mendapat sorotan tajam dunia internasional, adalah  kasus DOM di Aceh, Tanjung Priuk, Timor-Timur pasca jejak pendapat, tragedi Santa Cruz, Liquisa, Semanggi dan Trisakti . Pelanggaran-pelanggaran tersebut dinilai cukup serius dan bukanlah sebagai kejahatan biasa, tetapi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).
Munculnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat telah melahirkan kesadaran kolektif tentang perlunya perlindungan HAM melalui instrumen hukum dan kinerja institusi penegak hukumnya. Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat atau yang mengandung  unsur adanya pelanggaran HAM yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum, sebagai akibat dari bergulirnya reformasi secara perlahan tapi pasti mulai diajukan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan, dalam hal ini Pengadilan HAM, merupakan forum paling tepat  untuk membuktikan kebenaran tuduhan-tuduhan adanya pelanggaran HAM di Indonesia. Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 secara tegas menyatakan bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk Pengadilan HAM di lingkungan Peradilan Umum.  Hukum acara yang berlaku atas perkara pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000, dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia patut disambut gembira, karena diharapkan dapat meningkatkan citra baik Indonesia di mata internasional, bahwa Indonesia mempunyai komitmen dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Seiring dengan itu upaya penegakkan HAM di Indonesia diharapkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.


sumber: 
http://abangyos.wordpress.com/2008/08/21/perkembangan-ham-indonesia/

IV. PERKEMBANGAN DAN PERBEDAAN PENERAPAN HAK AZASI MANUSIA ORBA DAN ORDE REVORMASI . ( PENDAPAT SENDIRI )

Kalau menurut pendapat saya di era revormasi ini hak azasi manusia sudah di pentingkan dari pada masa orde baru . Pada masa orde baru kebebasan pers tidak ada sehingga harus lebih hati-hati dalam membuat suatu statment / perkataan maupun berita , tidak seperti saat ini (era revormasi) karena hak azasi manusia sudah begitu dilindungi sehingga pers memiliki kebebasan dalam berpendapat maupun membuat berita bahkan kadang kebebasan yang diberikan membuat pers melewati batas dari pendapatnya tersebut / berlebihan membuat statment atau pemberitaan yang berakibat buruk terhadap orang lain.

Sabtu, 23 Maret 2013

DEMOKRASI

Tomodachi , Ogeki desuka >.<
kali ini gw bakal ngebahas tentang demokrasi..tentu aja dan lagi-lagi buat tugas kuliah (huft)
Tapi tetap semangat ya ^^.. GANBATTE!!!

Disimak aja deh :) .. Enjoy!

I. PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN DEMOKRASI


Demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos yang artinya rakyat dan cratein artinya pemerintahan. Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi ialah mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat  atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Berikut demokrasi berdasarkan faham ideologi 
  • Demokrasi Liberal  :menekankan pada kebebasan dengan mengabaikan kepentingan                                          umum, kekuasaan pemerintah terbatas dibatasi oleh undang-undang. Diterapkan di Amerika, Inggris.
  • Demokrasi Proletar: bertujuan mensejahterakan rakyat, tidak mengenal kelas sosial, kekuasaan dipandang sebagai alat yang sah. Dipraktekkan di negara komunis Polandia Rusia.
  • Demokrasi Pancasila: dijiwai dan didasari paham pancasila, ciri khas bersumber pada tata nilai sosial budaya bangsa.
Prinsip-prinsip demokrasi

Menurut pendapat Almadudi seorang tokoh yang kemudian deikenal dengan "Soko Guru Demokrasi " ini mengemukakan tentang prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi menurutnya :
  1. Kedaulatan rakyat
  2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
  3. Kekuasaan mayoritas
  4. Hak-hak minoritas
  5. Jaminan HAM
  6. Pemilihan yang bebas, adil dan jujur
  7. Persamaan didepan hukum
  8. Proses hukum yang wajar
  9. Pembatasan pemerintah berdasarkan konstitusional
  10. Pluralisme sosial,ekonomi dan politik
  11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat.

II. KONSEP DEMOKRASI

Demokrasi merupakan wujud kebersamaan dalam Negara juga merupakan hak sekaligus kewajiban bagi warga Negara karena system kekuasaan yang berlaku adalah : “Res publica” dari,oleh ,dan untuk rakyat .Demokrasi berasal dari bahasa yunani. Yakni kata “Demos” berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “demos” yang berate kekuasaan atau kedaulatan, dengan demikian maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Walaupun sebenarnya ditinjau dari pemahaman agama bahwa kekuasaan rakyat di bumi adalah kekuasaan rakyat,karena memang pada saat umat manusia diturunkan kebumi sekaligus diserahkan pengaturannya oleh tuhan kepada manusia atau rakyat yang diciptakannya, sedangkan pengertian dalam bahasa yunani tidak hanya mengadopsi  dari agama disesuaikan dengan kehidupan. Pemahaman rakyat itu sendiri sebenarnya belum ada kesepakatan karena pada kenyataan komunitas – komunitas tertentu tidak mau disamakan sebagai rakyat.

sumber : http://konsepdemokrasi.blogspot.com/

III. DEMOKRASI BERDASARKAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

  • Pemerintahan monarki : Monarki mutlak(absolute) , monarki konstitusional dan monarki parlemeter
  • Pemerintahan republik : berasal dari bahasa latin Res artinya pemerintah dan publica artinya rakyat. Jadi pemerintahan republik adalah pemerintahan yang dijalankan untuk kepentingan rakyat.

VI. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BELA NEGARA

Pada dasarnya Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diselenggarakan guna memasyarakatkan upaya bela negara dengan cara menyadarkan segenap warga negara akan hak dan kewajiban dalam upaya bela negara. Menyadari akan hal tersebut di atas, maka pembinaan kesadaran bela negara akan dapat berhasil dengan baik apabila dilaksanakan dengan memperhitungkan tingkat kesiapan dan tingkat perkembangan dari peserta didik. Dalam rangka proses internalisasi kesadaran bela negara sebaiknya peserta didik diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan kepribadian sebaik-baiknya atas dasar pengalaman pribadi yang diperolehnya melalui interaksi dengan lingkungan.
Bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Asas demokrasi dalam pembelaan negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan asas demokrasi. Asas demokrasi dalam pembelaan negara mencakup dua arti :

  • Bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku.
  • Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
sumber : http://anggunendras.blogspot.com/2012/03/perkembangan-pendidikan-pendahuluan.html

Itu aja deh buat bahasan demokrasi kali ini .. semoga bermanfaat buat agan sista yang berkunjung ke mari :D
SAYOUNARA :D



Minggu, 10 Maret 2013

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

I. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Bangsa Indonesia sejak masa sebelum dan selama penjajahan , kemudian dilanjutkan masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai pada zamannya. Karena tuntutan bangsa Indonesia yang berbeda-beda berdasarkan kesamaan nilai-nilai pejuangan bangsa yang dilandasi jiwa, tekad dan semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak kenal menyerah harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika perjalanan kehidupan yang disebabkan pleh pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya dibidang informasi, komunikasi dan transportasi, hingga dunia menjadi transparan dan seolah-olah menjadi dunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang sedemikian rupa menciptakan struktur kehidupan yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia. Perjuangan bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi, Warga negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara,sikap dan perilaku, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi keutuhan dan tegaknya NKRI.

II. LANDASAN HUKUM

Undang-Undang Dasar 1945


a. Pembukaan UUD 1945, anelia kedua dan keempat ( cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa  

    Indonesia tentang kemerdekaannya ).
b. Pasal 27 (1), Kesamaan kedudukan warga negara didalam hukum dan pemerintah.


c. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
d. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
sumber : ( http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/landasan-hukum-kewarganegaraan/ )

III. TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara dalam bersikap dan berperilaku cinta tanah air ,berkebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para generasi penerus bangsa yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuaan dan teknologi serta seni. Selain itu juga bertujuan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, bertanggung  jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani.

menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

VI. PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA

  •         PENGERTIAN BANGSA
Bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki kehendak untuk bersatu yang memiliki persatuan senasib dan tinggal di wilayah tertentu, beberapa budaya yang sama, mitos leluhur bersama. 

Pengertian bangsa menurut para ahli :
·        Ernest Renant, bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari dua hal yaitu rakyat yang harus menjalankan satu riwayat, dan rakyat yang kemudian harus memilikim kemauan, keinginan untuk hidup menjadi satu.

·        Otto Bauer, bangsa adalah kelompok manusia yang memiliki kesamaan karakter  yang tumbuh karena kesamaan nasib.


Unsur-unsur Terbentuknya Bangsa
Menurut Hans Kohn, kebanyakan bangsa terbentuk karena unsur atau faktor objektif  tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain, seperti:
1.     Unsur nasionalisme yaitu kesamaan keturunan.
2.     Wilayah.
3.     Bahasa.
4.     Adat-istiadat
5.     Kesamaan politik.
6.     Perasaan.
7.     Agama.
              Menurut Joseph Stalin, unsur terbentuknya bangsa adalah adanya:
1.     Persamaan sejarah.
2.     Persamaan cita-cita.
3.    Kondisi objektif seperti bahasa, ras, agama, dan adat-istiadat.

  •           PENGERTIAN NEGARA

 1. Secara etimologi kata Negara berasal dari katastate (Inggris),Staat     (Belanda, Jerman), E`tat(Prancis), Status, Statum (Latin) yang berarti meletakkan dalam keadaan berdiri, menempatkan, atau membuat berdiri. 

2.  Kata Negara yang dipakai di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Negara atau nagari yang artinya wilayah, kota, atau penguasa.

3. Menurut George Jellinek, Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok  manusia yang mendiami wilayah tertentu.

4. Menurut R. Djokosoentono, Negara adalah organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

Unsur-unsur terbentuknya Negara
    Unsur terbentuknya Negara dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu unsur konstitutif dan unsur deklaratif.  

1.   Unsur kinstitutif adalah unsur yang mutlak harus ada di saat Negara tersebut   didirikan seperti rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.

2.  Unsur deklaratif adalah unsur yang tidak harus ada di saat Negara tersebut berdiri tetapi boleh dipenuhi setelah Negara tersebut berdiri, misalnya pengakuan dari Negara lain.


sumber : ( http://halil-materipkn.blogspot.com/2012/04/bab-1-hakikat-bangsa-dan-negara.html)


V. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Menurut pasal 28C ayat 1 UUD 1945 "Hak untuk megembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia". 
Dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa semua warga negara berhak mendapatkan kehidupan yang layak salah satunya dengan mendapatkan pendidikan yang sama dengan warga negara lainnya tidak membedakan derajat atau status sosial. Karena dengan pendidikan manusia mampu mengembangkan kehidupannya melalui ilmu yang telah di pelajari. 

Menurut pasal 27 ayat 1 UUD 1945 "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya".
Di dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa semua warga negara berkewajiban menjunjung hukum tanpa melihat status kedudukannya dimata sosial yang berarti pemerintah pun harus menaati hukum yang berlaku di negara tersebut tidak hanya rakyat kecil.

Dengan demikian semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama yaitu hak untuk hidup, hak memperoleh pendidikan yang layak dan berkewajiban membela negara serta menjunjung tinggi hukum agar tidak terjadi kejahatan yang dapat membahayakan warga negara.